MAAF, TAPI SAYA MEMILIH PASANGAN, BUKAN TEMAN!




Saya wanita, berusia 20 tahun, dan sangat mencintai apapun yang terjadi dalam kisah hidup saya. Namun, ini bukanlah semata-mata kisah kegalauan seorang remaja yang merasa hilang arah dan hidup dengan kesendirian. Ini kisah hidup saya, yang benar-benar terjadi selama 20 tahun lamanya. Saya, adalah pemerannya.

Kisah ini akan saya mulai saat SMP, dimana masa ini merupakan masa-masa puber, atau pergantian dari fase anak menjadi seorang remaja yang menganggap bahwa diri mereka sudah besar dan siap menghadapi kejamnya dunia. Saat itu, saya memiliki teman yang cukup dekat dengan saya. Hampir setiap hari selama hari-hari saya ditahun pertama masa itu saya lalui bersama mereka. Kelompok, pergi bermain, olahraga, atau yang lainnya. Saya rasa, saya sudah menemukan apa yang saya cari dan tak butuh yang lainnya.

Saya kira, kami akan terus bersama-sama hingga tingkatan ini berakhir. Namun, ternyata perkiraan saya meleset. Bukan meleset, malah tidak sedikitpun mengarah ke sana. Teman yang saya miliki, nyatanya berbeda jalan pikiran. Dan tanpa saya sadari, beda tingkat kelas saya, beda pula teman-teman saya. Dan anehnya, mereka hanya bertahan selama tingkatan itu. Ada apa ini? Apa saya yang salah atau mereka yang tak sejalan?

Kalian jangan dulu mengira permasalahan ini berakhir sampai di sana. Nyatanya, ketika naik ke masa SMA, masa dimana transisi dari remaja menuju dewasa pun saya masih mengalami hal yang sama. Teman yang saya dapatkan perlahan mulai menghilang. Datang ketika butuh, dan pergi ketika ingin. Ini saya yang terlalu baik, atau saya yang terlalu bodoh? Masa orang datang ketika butuh, saya masih welcome?

Memasuki masa perkuliahan, saya memiliki seorang teman yang, yeah, mungkin bisa dibilang sejalan pikiran. Anggap saja, namanya A. Kami masih saling berdebat dan mendukung sampai saat ini meskipun hanya bertemu sesekali. Kemudian, diantara kami datanglah seorang yang lain, panggil saja dia B. Dia wanita, yang baik. dewasa (terkadang), tapi juga suka nyeletuk yang bikin sakit hati. Kami bertiga sangat akrab.

Masa penjurusan, menjadi hal yang membingungkan. Saya dan A berpisah. Kemudian saya tetap bertemu dengan B. Selama dua semester, saya dan B menjadi akrab dan bisa dibilang terus menempel. Dimana ada saya, disana ada B. Namun, pada semester berikutnya, saya merasa ada yang salah dengan B. Dia mulai menghilang dan meninggalkan saya. Saya tahu, kelas kami memang banyak yang berbeda. Namun, sikapnya seolah-olah tak mengenali saya barang sedikit. Tak ada kata sapaan, dan tak ada teguran. Sesekali, ia berkomunikasi dengan saya ketika ia butuh bantuan. Mungkin seperti minta tolong print, memfoto sesuatu, minta antar ke sana, minta antar ke sini, ya, begitulah.

Seperti orang baik pada umumnya, saya membantu dia. Dengan senang hati. Namun, lama-kelamaan, saya semakin ditinggalkan. Ia lebih sering bersama dengan teman barunya yang mungkin banyak mendapatkan kelas yang sama. Tapi, apakah wajar jika saya sakit hati? Apakah wajar jika saya merasa marah? Maksud saya, saya sama sekali tidak merasa iri dengan kedekatan mereka, namun, saya merasa dicampakkan. Hmm, bagaimana ya, saya ditinggalkan, dan didatangi ketika butuh. Apakah itu sangat manusia?

Meninggalkan kisah tentang pertemanan yang tak ada habisnya. Saya harus umumkan sesuatu sebelum saya melanjutkan kisah ini. Saya memiliki seorang pacar. Ya, terpaut satu tahun di atas saya, namun kami berada di tahun yang sama dalam perkuliahan. Saya benci untuk mengakui ini, tapi, satu-satunya orang yang tidak meninggalkan saya adalah dia. Jadi, maaf jika harus saya katakan, tapi jika harus memilih, saya akan memilih dia daripada pertemanan.

Mungkin pertemanan saya dan kalian sangat berbeda. Ada yang bertahan dari sekolah dasar sampai sekarang. Ada pula yang baru bertemu dan sudah merasa saling cocok. Tapi, saya tidak. Maaf, tapi sekali lagi saya tegaskan, ini kisah saya. Saya yang terus menerus ditinggalkan oleh teman, dan memilih pasangan untuk terus bercerita dan menemani saya.

Setelah ini, pasti ada yang berpikir, “Kamu itu hanya bucin,” Well, sekarang memang sedang marak ya kata ‘bucin’ diperdengarkan ke telinga, hingga akhirnya dapat menggeser eksistensi dari kata ‘romantis’ dan ‘pengertian’. Saya tidak menyalahkan kalian. Itu hak kalian untuk memberikan opini setelah mengetahui kisah saya. Namun bagi saya, romantis dan pengertian adalah kata yang cocok untuk menggambarkan hubungan abstrak saya dengan pasangan.

Kembali lagi dengan masalah pertemanan, saya akui, B telah mencoba untuk memperbaiki kesalahannya dengan mencoba berkomunikasi dengan saya dan berkata ingin memperbaiki hubungan. Tapi maaf, saya bukan tipe orang yang akan menganggap semuanya baik-baik saja setelah apa yang terjadi. Karena orang yang sama, akan berakhir dengan hal yang sama. Tunggu, tunggu. Jangan katakan, “Tapi semua orang kan bisa berubah,” Ya. Benar. Tapi apa ada jaminan jika mereka tidak bisa kembali seperti semula?

Seperti yang saya bilang di awal, saya sangat mencintai apapun yang terjadi dalam kisah saya. Saya tidak ingin mencari musuh dan akan selalu berteman dengan orang-orang yang sejatinya pernah meninggalkan saya. Jika kalian ingin berbincang lebih lanjut dengan saya terkait masalah yang saya hadapi ini, saya akan sangat terbuka.


Keep in Touch with Me!
email : mutiaraananda22@gmail.com
ig : mutiananda
twitter : @sikumbanggg

Komentar

Postingan Populer