Kamu dan Misteri (Part 3)
Pagi ini sekolah masih terasa sepi. Mom benar-benar tak membiarkanku terlambat sedetikpun. Dia akan mengemudi secepat mungkin sekaligus melahap roti lapisnya. Setelah menghabiskan roti lapis, ia memoles bibirnya dengan lipstik warna peace yang lembut.
"Mom, kau harus fokus pada jalanannya."
"Ya, aku mengerti. Tapi aku akan terlambat."
"Lebih baik Mom terlambat asal selamat." Dan pembicaraan kami pun terhenti sampai di situ.
Seperti yang kubilang tadi, sekolah masih sangat sepi. Padahal ini sudah hampir bel masuk sekolah. Langitpun tampak mendung. Aku hanya melihat segelintir murid yang berlalu-lalang dengan diikuti 'penjaganya' atau bahkan 'pengganggunya'. Hmm ini sudah biasa. Terkadang aku harus menghindar dari pengganggu dan berpura-pura tidak melihat mereka. Jika tidak, mungkin itu akan berdampak buruk padaku.
"Kenapa sendirian?" Seseorang mengagetkanku. Aku tak kenal dia. Dia seorang laki-laki bertubuh kurus, tinggi, dan kulit putih. Rambutnya yang berantakan tak tersisir dibiarkan tertiup angin. Ia memasukkan kedua tangannya ke dalam kantong celana.
"Siapa kau?"
"Aku Vello."
"Ha?"
"Hey, kita sudah tiga tahun berada dalam sekolah yang sama dan kau sama sekali tak mengenalku? Hebat." Katanya lagi.
"Ah maaf."
"Bukan salahmu. Lagipula kita tak pernah berada dalam kelas yang sama." Dia tersenyum. Sangat manis. Dan kemudian senyum itu menghilang. Ia menengadah merasakan langit yang mulai menurunkan butir-butir air. Aku membuka telapak tangan dan membiarkan air hujan menampung di tanganku.
"Hujan." Kataku tersenyum.
Vello meraih tanganku. Aku terkejut. Kutatap wajahnya dan kulihat ia kembali tersenyum.
"Kita harus pergi dari sini." Ia menarik tanganku kemudian berlari menuju koridor. Sampai detik ini aku tidak tahu apa yang sebenarnya ia lakukan. Tapi entahlah. Aku hanya merasa aneh.
***
"Kau masih belum menjawabku." Katanya tiba-tiba. Kami terduduk disebuah kursi kayu panjang yang terletak di sepanjang koridor.
"Tentang apa?"
"Kenapa kau sendirian?"
"Tak ada alasan."
"Pasti ada."
"Tidak ada."
"Aku yakin ada."
"Tidak! Lagipula aku tak sendirian!" Aku berteriak padanya. Namun kemudian aku merasa telah mengatakan hal yang seharusnya tak ku katakan. Ia terdiam.
"Kau melakukan hal yang salah." Tiba-tiba suara itu terdengar lagi. Ah pasti perempuan itu. Kenapa ia tak pernah lelah menggangguku? Aku melirik ke sebelah kanan, dan benar, itu dia.
"Ah, lihat. Kau menyakiti hatinya. Kenapa tak bicara perlahan padanya?" Kata perempuan itu. "Wah kurasa dia akan marah." Kali ini aku benar-benar tak tahan. Aku bosan mendengar ocehannya.
"Pergilah." Aku berbisik padanya benar-benar pelan agar Vello tak mendengarku berbicara.
"Tak usah menyuruhnya pergi!" Aku terkejut. Vello berkata sangat keras hingga mungkin setiap orang yang berada di koridor dapat mendengarnya.
"Apa?"
"Tak usah menyuruhnya pergi." Apa yang ia bicarakan? Apa mungkinkah? Vello?
"Aku bisa melihat apa yang kau lihat."
***
Aku masih tak percaya jika Vello memiliki mata yang sama denganku. Maksudku, semua orang bisa saja mengaku bahwa mereka memiliki kelebihan. Tapi, bagaimana cara membuktikannya?
"Aku melihat kau sedang memperhatikan Ema saat pengganggu yang bersamanya mendorong ia hingga terjatuh. Aku juga melihatmu memperhatikan Doris si kutu buku dijaga saat sedang membaca sambil berjalan." Begitu katanya. Itu semua benar. Tapi aku masih tidak percaya dan ini semua masih cukup membingungkan.
"Itu tak bisa membuktikannya." Kataku.
"Hey apa kau gila? Kau harus mengakui bahwa aku benar."
"Ya. Tapi aku benar-benar tak yakin." Kataku sambil melipat kedua tangan di depan dada. Vello menghela nafas. Ia menunduk.
"Aku melihat seorang wanita menggunakan gaun pink muda mengikutimu sejak kemarin. Dan aku tak sengaja mendengar percakapan kalian. Ia ingin kau membantunya mencari tahu tentang kematiannya." Ia mengangkat wajahnya. Mataku terbelalak. Kali ini, aku mempercayainya.
Bersambung...
Ditunggu part 5 nya sist ��
BalasHapusDitunggu part 5 nya sist ��
BalasHapusOkayy sist terimakasih udh mau nunggu yaa
BalasHapus